Area pesisir merupakan area yang sangat kompleks dengan keberadaan mangrove dan tumbuhan pendukungnya. Survei yang dilakukan pada tahun 2025 mengenai flora darat non mangrove menunjukkan bahwa SOC memiliki 80% flora dalam kategori semai, 10% kategori pancang, 6% kategori tihang, dan 4% kategori pohon. Kerapatan pohon sebesar 194 individu/ha, kerapatan tihang sebesar 281 individu/ha, kerapatan pancang sebesar 281 individu/ha dan kerapatan semai sebesar 2.700 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah Casuarina equisetifolia sebesar 21 individu/ha; kerapatan tertinggi spesies kategori tihang adalah Waru laut (Thespesia populnea) sebesar 119 individu/ha; kerapatan tertinggi spesies kategori pancang adalah Waru laut (Thespesia populnea) sebesar 138 individu/ha; dan kerapatan teringgi spesies semai adalah Rumput kaki gagak (Dactyloctenium aegyptium) sebesar 231 individu/ha. Persentase tutupan pohon sebesar 3.996 m2/ha oleh Cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan tutupan tihang sebesar 3.361 m2/ha oleh Waru laut (Thespesia populnea).

Komposisi spesies pohon terdiri dari 3 spesies yaitu cemara laut (Casuarina equisetifolia), Mimba (Azadirachta indica), dan waru laut (Thespesia populnea). Komposisi spesies tihang terdiri dari 4 spesies yaitu cemara laut (Casuarina equisetifolia), Mimba (Azadirachta indica), Bejaran (Lannea coromandelica) dan waru laut (Thespesia populnea). Komposisi spesies pancang terdiri dari 7 spesies dengan spesies 3 spesies dominan yaitu waru laut (Thespesia populnea), Mimba (Azadirachta indica), dan Bejaran (Lannea coromandelica). Komposisi spesies semai terdiri dari 56 spesies dengan 3 spesies dominan adalah Rumput kaki gagak (Dactyloctenium aegyptium), Katang-katang (Ipomoea pes caprae), dan Semanggi meksiko (Richardia scabra).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.79 untuk katerori pertumbuhan pohon; 1.16 untuk kategori pertumbuhan tihang; 1.46 untuk kategori pancang; dan 3.76 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga untuk komunitas non mangrove (flora darat) termasuk kedalam keanekaragaman rendah hingga tinggi.

Greenbelt adalah area sabuk hijau vegetasi yang dimiliki oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Pabrik Tuban dengan lebar area 50 meter dan terletak sepanjang tepi area tambang batu gamping maupun tanah liat/clay. Fungsi utama area Greenbelt adalah sebagai barrier (pembatas) penyebaran debu (sekaligus sebagai perangkap dan penyerap debu itu sendiri) yang timbul sebagai akibat kegiatan penambangan kapur. Survei yang dilakukan pada tahun 2025 mengenai flora darat menunjukkan bahwa GRE memiliki 81% flora dalam kategori semai, 9% kategori pancang, 4% kategori tihang, dan 6% kategori pohon. Kerapatan pohon sebesar 100 individu/ha, kerapatan tihang sebesar 163 individu/ha, kerapatan pancang sebesar 181 individu/ha dan kerapatan semai sebesar 1.313 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah Trembesi (Samanea saman) sebesar 63 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori tihang adalah Mahoni (Swietenia mahagoni) sebesar 118 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon dan tihang, maka diketahui pula tutupan pohon tertinggi oleh Trembesi (Samanea saman) sebesar 18.555 m2/ha sedangkan tutupan tihang tertinggi oleh Mahoni (Swietenia mahagoni) sebesar 3.144 m2/ha.

Komposisi spesies pohon terdiri dari 3 spesies yaitu Sukun (Artocarpus altilis), Trembesi (Samanea saman) dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Komposisi spesies tihang terdiri dari 2 spesies yaitu Sukun (Artocarpus altilis), dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Komposisi spesies pancang terdiri dari 4 spesies yaitu Mahoni (Swietenia mahagoni), Singkong (Manihot utilissima), Sukun (Artocarpus altilis) dan Jambu biji (Psidium guajava L.). Komposisi spesies semai terdiri dari 38 spesies dengan spesies berjumlah terbanyak yaitu Mahoni (Swietenia mahagoni), dan Gletang (Tridax procumbens) (Tabel 19).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.92 untuk katerori pertumbuhan pohon; 0.58 untuk kategori pertumbuhan tihang; 1.09 untuk kategori pancang; dan 3.38 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga tumbuhan kategori pohon, tihang, pancang dan semai untuk komunitas flora darat termasuk kedalam keanekaragaman rendah hingga tinggi.

Lokasi studi Greenbelt Timur (GTI) adalah lokasi luar kawasan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Pabrik Tuban yang merupakan wilayah area pertanian. Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa GTI memiliki 78% flora dalam kategori semai, 7% kategori pancang, 10% kategori tihang dan 5% kategori pohon. Diketahui kerapatan pohon sebesar 31 individu/ha, kerapatan tihang sebesar 106 individu/ha, kerapatan pancang sebesar 306 individu/ha, dan kerapatan semai sebesar 1.400 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah Trembesi (Samanea saman) sebesar 25 individu/ha dan kerapatan tertinggi tihang adalah Mahoni (Swietenia mahagoni) sebesar 63 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon dan tihang, maka diketahui persentase tutupan pohon adalah Johar (Senna siamea) sebesar 2.399 m2/ha sedangkan persentase tutupan tihang juga Johar sebesar 1.725 m2/ha.

Komposisi spesies pohon terdiri dari 2 spesies yaitu Trembesi (Samanea saman), dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Komposisi spesies tihang terdiri dari 4 spesies yaitu Mahoni (Swietenia mahagoni), Sukun (Artocarpus communis), Trembesi (Samanea saman) dan Kesambi (Schleichera oleosa). Komposisi spesies pancang hanya terdiri dari 3 spesies yaitu Mahoni (Swietenia mahagoni), Kesambi (Schleichera oleosa), dan kayu putih (Melaleuca cajuputi). Komposisi spesies semai terdiri dari 32 spesies dengan 3 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Jagung (Zea mays), Batang biru kecil (Schizachyrium scoparium), dan Rumput belulang (Dactyloctenium aegyptium).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.50 untuk katerori pertumbuhan pohon; 1.01 untuk kategori pertumbuhan tihang; 1.08 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 3.10 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga komunitas tumbuhan termasuk kedalam keanekaragaman rendah hingga tinggi).

Viewpoint (VIE) adalah wilayah yang merupakan bagian dari area Greenbelt yang dikhususkan dan diperuntukkan sebagai area pengamatan lahan tambang batu kapur. Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa VIE memiliki 69% flora dalam kategori semai, 13% kategori pancang, 10% kategori tihang dan 8% kategori pohon.  Kerapatan pohon diketahui sebesar 150 individu/ha, kerapatan tihang sebesar 150 individu/ha, kerapatan pancang sebessar 375 individu/ha dan kerapatan semai sebesar 1.113 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah Trembesi (Samanea saman) sebesar 119 individu/ha, kerapatan tertinggi kategori tihang adalah Kelengkeng (Dimocarpus longan) sebesar 69 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon dan tihang, maka diketahui pula persentase tutupan pohon tertinggi oleh Trembesi (Samanea saman) sebesar 21.524 m2/ha sedangkan persentase tutupan tihang tertinggi oleh Mahoni (Swietenia mahagoni) sebesar 1.411 m2/ha.

Komposisi spesies pohon terdiri dari 3 spesies yaitu Trembesi (Samanea saman), Mahoni (Swietenia mahagoni), dan Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). Komposisi spesies tihang terdiri dari 4 spesies yaitu Kelengkeng (Dimocarpus longan), Mahoni (Swietenia mahagoni), Kayu Putih (Melaleuca cajuputi), dan Sawo manila (Manilkara zapota). Komposisi spesies pancang hanya terdiri dari 5 spesies yaitu Jeruk (Citrus sinensis), Kelengkeng (Dimocarpus longan), Srikaya (Annona squamosa), Sawo manila (Manilkara zapota), dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Komposisi spesies semai terdiri dari 27 spesies dengan 3 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Gewor (Commelina diffusa), Rumput keranjang (Oplismenus hirtellus), dan Rumput abadi (Oplismenus undulatifolius).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.62 untuk katerori pertumbuhan pohon; 1.15 untuk kategori pertumbuhan tihang; 1.19 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 2.92 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga komunitas tumbuhan termasuk kedalam keanekaragaman rendah hingga sedang.

Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa LAN14 memiliki 84% flora dalam kategori semai, 9% kategori pancang, 5% kategori tihang dan 2% kategori pohon. Kerapatan kategori pohon sebesar 75 individu/ha, kerapatan tihang sebesar 706 individu/ha, kerapatan pancang sebesar 488 individu/ha, dan kerapatan semai sebesar 1.431 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah Jati (Tectona grandis) sebesar 75 individu/ha dan tihang adalah Jati (Tectona grandis) sebesar 675 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon dan tihang, maka diketahui pula tutupan pohon tertinggi oleh Jati (Tectona grandis) sebesar 4.388 m2/ha dan tihang oleh Jati (Tectona grandis), sebesar 19.228 m2/ha.

Komposisi spesies pohon hanya terdiri dari spesies jati (Tectona grandis). Komposisi spesies tihang terdiri dari 2 spesies yaitu johar (Senna siamea), dan jati (Tectona grandis). Komposisi spesies pancang terdiri dari 4 spesies yaitu Kesambi (Schleichera oleosa), johar (Senna siamea), mahoni (Swietenia mahagoni), dan jati (Tectona grandis). Komposisi spesies semai terdiri dari 37 spesies dengan 3 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Kucing galak (Acalypha indica), Rumput minjangan (Chromolaena odorata), dan Lamtoro (Leucaena leucocephala).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.00 untuk katerori pertumbuhan pohon; 0.18 untuk kategori pertumbuhan tihang; 1.28 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 3.29 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga ekosistem tumbuhan flora darat termasuk kedalam keanekaragaman rendah hingga tinggi.

Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa LAN16 memiliki 70% flora dalam kategori semai, 10% kategori pancang, serta 10% untuk kategori tihang dan 10% kategori pohon. Kerapatan vegetasi kategori pohon sebesar 175 individu/ha, kerapatan tihang sebesar 431 individu/ha, kerapatan pancang sebesar 331 individu/ha dan kerapatan semai sebesar 806 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah jati (Tectona grandis) sebesar 163 individu/ha, dan kerapatan tertinggi kategori tihang adalah Jati (Tectona grandis), sebesar 213 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon dan tihang, maka diketahui pula tutupan pohon tertinggi oleh Jati (Tectona grandis) sebesar 12.013 m2/ha dan tihang oleh jati (Tectona grandis) sebesar 7.524 m2/ha.

Komposisi spesies pohon terdiri dari 3 spesies yaitu Jati (Tectona grandis), Johar (Senna siamea), dan Trembesi (Samanea saman). Komposisi spesies tihang terdiri dari 3 spesies yaitu Johar (Senna siamea), Trembesi (Samanea saman), dan jati (Tectona grandis). Komposisi spesies pancang terdiri dari 3 spesies yaitu Johar (Senna siamea), Trembesi (Samanea saman), dan jati (Tectona grandis). Komposisi spesies semai terdiri dari 21 spesies dengan 3 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Lamtoro (Leucaena leucocephala), Jelatang (Laportea aestuans), dan Rumput Minjangan (Chromolaena odorata).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.31 untuk katerori pertumbuhan pohon; 0.84 untuk kategori pertumbuhan tihang; 0.79 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 2.77 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga ekosistem tumbuhan termasuk kedalam keanekaragaman rendah hingga sedang.

Area Tlogowaru (TLO) adalah area bekas tambang tanah liat (clay) yang telah dilakukan usaha rehabilitasi. Lahan bekas galian tanah liat membentuk cekungan dan selalu terisi air, khususnya pada musim penghujan, sehingga telah menjadi semacam kolam buatan dengan area tepiannya ditanami berbagai jenis tanaman oleh warga setempat (petani Green Belt). Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa TLO memiliki 59% flora dalam kategori semai, 27% kategori pancang, 11% kategori tihang dan 3% kategori pohon. Kerapatan pohon sebesar 150 individu/ha, tihang sebesar 281 individu/ha, pancang sebesar 738 individu/ha, dan semai sebesar 994 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon tertinggi adalah Flamboyan (Delonix regia) sebesar 144 individu/ha, dan kerapatan tertinggi kategori tihang adalah Flamboyan (Delonix regia) sebesar 81 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon dan tihang, maka diketahui pula tutupan pohon di lokasi terbesar dari Flamboyan (Delonix regia) sebesar 30.604 m2/ha sedangkan tutupan tihang di lokasi terbesar dari Flamboyan (Delonix regia) sebesar 2.451 m2/ha.

Komposisi spesies pohon terdiri dari 2 spesies yaitu Flamboyan (Delonix regia); dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Komposisi spesies tihang terdiri dari 6 spesies dengan 3 spesies dominan yaitu Flamboyan (Delonix regia); Johar (Senna siamea); dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Komposisi spesies pancang terdiri dari 15 spesies dengan 3 spesies dominan yaitu Kayu putih (Melaleuca cajuputi); Mahoni (Swietenia mahagoni); dan Johar (Senna siamea). Komposisi spesies semai terdiri dari 33 spesies dengan 3 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Rumput Cakar ayam (Digitaria ciliaris), Rumput Teki (Cyperus rotundus), dan Rumput gajah (Pennisetum purpureum).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.17 untuk katerori pertumbuhan pohon; 1.57 untuk kategori pertumbuhan tihang; 2.32 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 3.23 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga tumbuhan kategori tihang dan pancang termasuk kategori keanekaragaman sedang; tumbuhan kategori semai termasuk kedalam keanekaragaman tinggi.

Arboretum Bukit Daun merupakan kebun yang berisi pepohonan dan tanaman yang ditanam sedapat mungkin mengikuti habitat aslinya dan dimaksudkan sebagai areal pelestarian keanekaragaman hayati dan sedikitnya dapat memperbaiki atau menjaga kondisi iklim disekitarnya (mikro iklim). Pembuatan Arboretum Bukit Daun juga ditujukan sebagai bentuk lain dari konservasi sumberdaya hayati ex-situ yang aman dan efisien dalam pelestarian sumberdaya genetik. Konservasi ex-situ dapat berfungsi menyelamatkan spesies-spesies langka atau yang tidak dapat tumbuh dan berkembang secara normal di lingkungan alaminya sehingga populasi spesies tersebut terjamin kelestariannya. Terdapat pula Kebun Pangkas Kayu Putih di area Arboretum Bukit Daun. Kebun pangkas adalah areal yang berisi tanaman sebagai penghasil tunas dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak dengan cara dipangkas untuk bahan stek. Kebun pangkas ini ditanami dengan 230 batang kayu putih dengan kualitas unggul.

Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa BDA memiliki 50% flora dalam kategori semai, 26% kategori pancang, 14% untuk kategori tihang dan 10% untuk kategori pohon. Kerapatan spesies pohon sebesar 300 individu/ha, kerapatan tihang sebesar 350 individu/ha, kerapatan pancang sebesar 1.050 individu/ha, dan kerapatan semai sebesar 2.294 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah Flamboyan (Delonix regia) sebesar 125 individu/ha, sedangkan kerapatan tertinggi kategori tihang adalah Ketapang kencana (Terminalia mantaly) sebesar 75 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon dan tihang, maka diketahui pula persentase tertinggi tutupan pohon oleh Trembesi (Samanea saman) sebesar 66.748 m2/ha dan tihang oleh Ketapang kencana (Terminalia mantaly) sebesar 1.905 m2/ha.

Komposisi spesies pohon terdiri dari 11 spesies dengan spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Flamboyan (Delonix regia). Komposisi spesies tihang terdiri dari 16 spesies dengan spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Ketapang kencana (Terminalia mantaly). Komposisi spesies pancang terdiri dari 29 spesies dengan 3 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Jarak merah (Jatropha gossypiifolia), Ketapang kencana (Terminalia mantaly), dan Serai (Cymbopogon citratus). Komposisi spesies semai terdiri dari 56 spesies dengan 3 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Bejaran (Lannea coromandelica), dan Teh-tehan (Acalypha siamensis).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 1.90 untuk katerori pertumbuhan pohon; 2.40 untuk kategori pertumbuhan tihang; 2.90 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 3.45 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga tumbuhan kategori pohon, tihang dan pancang termasuk kedalam keanekaragaman sedang, dan tumbuhan kategori semai termasuk kedalam keanekaragaman tinggi.

Glory Hall (GLO) merupakan lahan bekas tambang batu gamping pertama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Pabrik Tuban yang dilakukan revegetasi pada tahun 2010. Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa GLO memiliki 53% flora dalam kategori semai, 33% kategori pancang, 7% kategori tihang dan 7% kategori pohon. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon sebesar 75 ind/ha dengan dominasi Jati (Tectona grandis); kerapatan tihang sebesar 388 individu/ha dengan dominasi Jati (Tectona grandis); kerapatan pancang sebesar 500 individu/ha dengan dominasi Jati (Tectona grandis) dan kerapatan semai sebesar 144 individu/ha dengan dominasi Rumput minjangan (Chromolaena odorata), Lamtoro (Leucaena leucocephala), dan Rumput keranjang (Oplismenus hirtellus). Diketahui pula persentase tutupan pohon oleh Jati (Tectona grandis) sebesar 5751 m2/ha dan tutupan tihang oleh jati (Tectona grandis) sebesar 8164 m2/ha

Komposisi spesies pohon dan tihang terdiri dari spesies Jati (Tectona grandis). Komposisi spesies pancang terdiri dari 5 spesies yaitu Jati (Tectona grandis); Serut (Streblus asper); Asam Londo (Pithecellobium dulce); Lamtoro (Leucaena leucocephala); dan Tembelekan/Tahi ayam (Lantana camara). Komposisi spesies semai terdiri dari 8 spesies dengan 2 spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah Jabung (Sigesbeckia orientalis); dan Alang-alang (Imperata cylindrica)

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 0.0 untuk kategori pertumbuhan pohon dan pertumbuhan tihang; 1.24 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 2.04 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga tumbuhan kategori pohon, tihang dan pancang termasuk kedalam keanekaragaman rendah sedangkan kategori semai termasuk kedalam keanekaragaman sedang.

Berdasarkan studi makrozoobentos diketahui bahwa terdapat 22 spesies dengan jumlah individu sebanyak 101 individu. Komposisi makrozoobentos di TLO didominasi oleh Siput kerucut (Cochlicella acuta). Komposisi dan kelimpahan makrozoobentos ditunjukkan pada Tabel 14. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman makrozoobentos di lokasi TLO termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.60; D=0.09; J=0.84).

 

GLO-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di GLO diketahui terdapat 6 spesies laba-laba; 2 spesies capung; 29 spesies kupu-kupu; 26 spesies serangga lain; 7 spesies mollusca; 11 spesies reptile; 2 spesies amphibi; dan 1 spesies mamalia. Total spesies non avifauna berjumlah 84 spesies dan 207 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi GLO termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.71; D=0.05; J=0.84). 

 

TLO-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di TLO diketahui terdapat 5 spesies laba-laba; 16 spesies capung; 42 spesies kupu-kupu; 56 spesies serangga lain; 7 spesies mollusca; 11 spesies reptile; 5 spesies amphibi dan 3 spesies mamalia. Total spesies non avifauna berjumlah 144 spesies dan 691 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi TLO termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.78; D=0.06; J=0.76). 

 

SOC-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di SOC diketahui terdapat 3 spesies laba-laba; 4 spesies capung; 16 spesies kupu-kupu; 17 spesies serangga lain; 2 spesies mollusca; 6 spesies reptil; dan 2 spesies amphibi. Total spesies non avifauna berjumlah 50 spesies dan 195 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi SOC termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.89; D=0.12; J=0.74). 

 

GRE-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di GRE diketahui terdapat 3 spesies laba-laba; 5 spesies capung; 11 spesies kupu-kupu; 32 spesies serangga lain; 2 spesies mollusca; 5 spesies reptil; 1 spesies amphibi dan 1 spesies mamalia. Total spesies non avifauna berjumlah 60 spesies dan 241 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi GRE termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.15; D=0.10; J=0.77). 

 

VIE-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di VIE diketahui terdapat 5 spesies laba-laba; 6 spesies capung; 29 spesies kupu-kupu; 46 spesies serangga lain; 5 spesies mollusca; 8 spesies reptil; 4 spesies amphibi, dan 3 spesies mamalia. Total spesies non avifauna berjumlah 106 spesies dan 440 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi VIE termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.36; D=0.10; J=0.74). 

 

GTI-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di GTI diketahui terdapat 3 spesies laba-laba; 5 spesies capung; 29 spesies kupu-kupu; 46 spesies serangga lain; 5 spesies molllusca; 8 spesies reptil; 4 spesies amphibi dan 3 spesies mamalia. Total spesies non avifauna berjumlah 88 spesies dan 419 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi GTI termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.31; D=0.10; J=0.74). 

 

BDA-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di BDA diketahui terdapat 4 spesies laba-laba; 9 spesies capung; 34 spesies kupu-kupu; 47 spesies serangga lain; 6 spesies mollusca; 10 spesies reptil; 5 spesies amphibi dan 4 spesies mamalia. Total spesies non avifauna berjumlah 119 spesies dan 415 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi BDA termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.63; D=0.07; J=0.78). 

 

LAN-Berdasarkan hasil pengamatan non avifauna (non burung) di LAN yang termasuk kedalam LAN14 dan LAN16 diketahui terdapat 4 spesies laba-laba; 7 spesies capung; 26 spesies kupu-kupu; 50 spesies serangga lain; 5 spesies mollusca; 8 spesies reptile; 4 spesies amphibi; dan 3 spesies mamalia. Total spesies non avifauna berjumlah 107 spesies dan 437 individu. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman non avifauna di lokasi LAN14 termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.64; D=0.07; J=0.78).

Berdasarkan studi diketahui bahwa terdapat 19 spesies dengan jumlah individu sebanyak 80 individu. Komposisi ikan di TLO didominasi oleh famili Cyprinidae. Komposisi dan kelimpahan nekton ditunjukkan pada Tabel 13. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman nekton di lokasi TLO termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.68; D=0.08; J=0.91)

Survei yang dilakukan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa SOC memiliki 38% flora dalam kategori semai, 33% kategori pancang, dan 29% kategori pohon. Kerapatan pohon sebesar 469 individu/ha, kerapatan pancang sebesar 138 individu/ha, dan kerapatan semai sebesar 438 individu/ha. Kerapatan tertinggi spesies kategori pohon adalah Mangrove Jangkung (Rhizophora apiculata) sebesar 213 individu/ha, dan kerapatan teringgi spesies pancang Acantus ilicifolius sebesar 50 individu/ha. Dengan adanya kategori pertumbuhan pohon, maka diketahui pula tutupan pohon di lokasi sebesar 9.393 (m2/ha) dengan persentase terbesar adalah Rhizopora apiculata sebesar 51%

Komposisi spesies pohon terdiri dari 6 spesies yaitu Api-api putih (Avicennia marina), Pandan duri (Pandanus tectorius), Mangrove jangkung (Rhizophora apiculata), Bakau kecil (Rhizopora stylosa), Buta-buta (Excoecaria agallocha) dan Bogem (Sonneratia alba). Komposisi spesies pancang terdiri dari 7 spesies yaitu Jeruju (Acanthus ilicifolius), Api-api putih (Avicennia marina), Kayu buta-buta (Excoecaria agallocha), Pandan duri (Pandanus tectorius), Mangrove jangkung (Rhizopora apiculata), Bakau kecil (Rhizopora stylosa), dan Perepat (Sonneratia alba). Komposisi spesies semai terdiri dari 8 spesies yaitu Jeruju (Acantus ilicifolius), Api-api putih (Avicennia marina), Katang-katang (Ipomea pescaprae), Pandan duri (Pandanus tectorius), Gelang biasa (Portulaca oleracea), Mangrove jangkung (Rhizopora apiculata), Bakau kecil (Rhizopora stylosa) dan Perepat (Sonneratia alba).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) diketahui sebesar 1.44 untuk katerori pertumbuhan pohon; 1.65 untuk kategori pertumbuhan pancang; dan 1.73 untuk kategori pertumbuhan semai. Sehingga tumbuhan kategori pohon, pancang dan semai untuk komunitas mangrove termasuk kedalam keanekaragaman sedang.

 

 


 

 

GLO-Fauna yang diamati di lokasi Glory Hall (GLO) terbagi atas avifauna dan non avifauna. Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) diketahui terdapat 14 spesies dengan 3 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Apus nipalensis (Kapinis Rumah); Geopelia striata (Perkutut Jawa); dan Dicaeum trochileum (Cabai Jawa). Semua spesies avifauna di GLO memiliki status perlindungan Least Concern (LC) berdasarkan IUCN Redlist; dan tidak terdapat spesies yang dilindungi berdasarkan Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi GLO termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.42; D=0.11; J=0.92).  

 

 

 


 

 

TLO-Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) di lokasi TLO diketahui terdapat 34 spesies dengan 3 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Lonchura leucogastroides (Bondol Jawa); Apus nipalensis (Kapinis Rumah); dan Dicaeum trochileum (Cabai Jawa) (Gamabr 24). Semua spesies avifauna di TLO memiliki status perlindungan Least Concern (LC) berdasarkan IUCN Redlist, dan terdapat 3 spesies dilindungi berdasarkan Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018 yaitu Ganggang Bayam Timur (Himantopus Himantopus); Kipasan Belang (Rhipidura javanica); dan Titihan Jelaga (Tachybaptus ruficollis). Terdapat 9 spesies burung dengan status burung migran, diantaranya adalah Kareo padi (Amaurornis phoenicurus); Cangak merah (Ardea purpurea); Kuntul kerbau (Bubulcus ibis); Wiwik kelabu (Cacomantis merulinus); Wiwik lurik (Cacomantis sonneratii); Kuntul kecil (Egretta garzetta); Ganggang Bayam timur (Himantopus Himantopus); Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax); dan Titihan Jelaga (Tachybaptus ruficollis). Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi TLO termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.25; D=0.05; J=0.92). 

 

 

 


 

 

SOC-Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) di lokasi SOC diketahui terdapat 25 spesies dengan 3 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Perenjak cokelat (Prinia polychroa); Bondol peking (Lonchura punctulata); Gereja Eurasia (Passer montanus) dan Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster). Mayoritas spesies avifauna di SOC memiliki status perlindungan Least Concern (LC) berdasarkan IUCN Redlist dan terdapat Dara laut tiram (Gelochelidon nilotica) yang berstatus dilindungi berdasarkan Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018. Diketahui terdapat 6 spesies yang berstatus burung migran, yaitu Trinil Pantai (Actitis hypoleucos); Kokokan laut (Butorides striata); Kuntul kecil (Egretta garzetta); Dara laut tiram (Gelochelidon nilotica); laying-layang api (Hirundo rustica); dan Cekakak suci (Todiramphus sanctus). Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi SOC termasuk kedalam kategori keanekaragaman tinggi dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=3.01; D=0.06; J=0.93).

 

 

 


 

 

GRE-Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) di lokasi GRE diketahui terdapat 17 spesies dengan 4 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Geopelia striata (Perkutut Jawa); Apus nipalensis (Kapinis Rumah); Lonchura leucogastroides (Bondol Jawa); dan Pycnonotus aurigaster (Cucak Kutilang). Semua spesies avifauna di GRE memiliki status perlindungan Least Concern (LC); tidak terdapat spesies yang merupakan spesies dilindungi secara internasional dan nasional; serta terdapat Wiwik lurik (Cacomantis sonneratii) yang memiliki status burung migran. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi GRE termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.52; D=0.10; J=0.89).

 

 

 


 

 

VIE-Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) di lokasi VIE diketahui terdapat 20 spesies dengan 2 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Apus nipalensis (Kapinis Rumah), dan Pycnonotus aurigaster (Cucak Kutilang). Semua spesies avifauna di VIE memiliki status perlindungan Least Concern (LC); tidak terdapat spesies yang merupakan spesies dilindungi secara internasional dan nasional; dan terdapat Kekep babi (Artamus leucorynchus), dan Bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus) yang memiliki status burung migran. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi VIE termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.71; D=0.09; J=0.90).

 

 

 


 

 

GTI-Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) di lokasi GTI diketahui terdapat 25 spesies DAN 73 individu dengan 3 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Apus nipalensis (Kapinis Rumah), Geopelia striata (Perkutut Jawa), dan Lonchura punctulata (Bondol Peking). Semua spesies avifauna di GTI memiliki status perlindungan Least Concern (LC); terdapat spesies yang merupakan spesies dilindungi berdasarkan Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018 yaitu adalah Kipasan belang (Rhipidura javanica); dan terdapat Wiwik lurik (Cacomantis sonneratii) yang memiliki status burung migran. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi GTI termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.88; D=0.08; J=0.89).

 

 

 


 

 

BDA-Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) di lokasi BDA diketahui terdapat 22 spesies dengan 3 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Dicaeum trochileum (Cabai Jawa), Hirundo tahitica (Layang-layang batu), dan Geopelia striata (Perkutut Jawa). Spesies avifauna di BDA mayoritas memiliki status perlindungan Least Concern (LC) tetapi terdapat 1 spesies burung dengan status NT yaitu Prenjak lumut (Prinia familiaris) berdasarkan IUCN Redlist; diketahui pula terdapat 1 spesies yang dilindungi berdasarkan Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018 yaitu Kipasan belang (Rhipidura javanica). Dari burung yang ditemukan terdapat 2 spesies yang memiliki status burung migran yaitu Wiwik lurik (Cacomantis sonneratii) dan Tekukur biasa (Spilopelia chinensis). Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi BDA termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.79; D=0.07; J=0.85).

 

 

 


 

 

LAN-Berdasarkan hasil pengamatan avifauna (burung) di lokasi LAN yang mencakup LAN14 dan LAN16 diketahui terdapat 22 spesies dengan 3 spesies yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah Geopelia striata (Perkutut Jawa), Pycnonotus aurigaster (Cucak Kutilang), dan Apus nipalensis (Kapinis Rumah). Mayoritas spesies avifauna di LAN memiliki status perlindungan Least Concern (LC); tidak terdapat spesies burung yang dilindungi secara nasional; dan terdapat 2 spesies dengan status burung migran yaitu Wiwik lurik (Cacomantis sonneratii), dan Tekukur biasa (Spilopelia chinensis) yang memiliki status burung migran. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman avifauna di lokasi LAN termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (H’=2.69; D=0.10; J=0.87).

Dari hasil sampling fitoplankton dan zooplankton kemudian dilanjutkan dengan identifikasi spesiesnya menunjukkan bahwa pada Mei 2025 terdapat 37 spesies fitoplankton dan 31 spesies zooplankton. Untuk fitoplankton, spesies dominan antara lain Anabaena cylindrica (26.65%); Chlorella conglomerata (15.42%); dan Gyrosigma sp. (7.05%). Komunitas zooplankton didominasi oleh Larva capung (16%) dan Cyclopoida sp (14.6%). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi komunitas plankton cukup baik; dimana kelompok zooplankton tersebut umumnya rentan terhadap pencemaran bahan organik (sebagai bioindikator), terutama ditemukan pula Daphniidae (Daphnia sp.) dengan kelimpahan relatif 4.9%.

Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’), diketahui bahwa keanekaragaman fitopankton dan zooplankton di lokasi TLO termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang (H’fitoplankton=2.50; H’zooplankton=2.57) dan tidak terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi dan keadaan lingkungannya normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata (Dfitoplankton=0.15; Dzooplankton=0.12; Jfitoplankton=0.73; Jzooplankton=0.78). Selain itu juga diketahui bahwa perairan di TLO berdasarkan H’fitoplankton termasuk kedalam kategori kualitas perairan sangat baik (H’>2.0), kategori komunitas sangat baik (H’>2.41) dan kondisi struktur komunitas yang sangat stabil (H’>2.41). Hal yang sama pun terjadi untuk perairan di TLO berdasarkan H’zooplankton termasuk kedalam kategori kualitas perairan sangat baik (H’>2.0), kategori komunitas sangat baik (H’>2.41) dan kondisi struktur komunitas yang sangat stabil (H’>2.41).